Unknown


TOLONG RESTUILAH PILIHANKU, IBU
Senja hari ini langit begitu cerah. Sang surya bersinar kemerahan. Tak lama ia akan kembali ke peraduannya. Udara yang berhembus kencang terasa menusuk tulang bagi siapa saja yang disapa oleh sang angin. Seorang gadis remaja berpostur tinggi dengan mahkotanya yang terurai panjang yang lurus semakin melengkapi kecantikannya. Gadis itu tampak sibuk menekuni beberapa latihan soal matematika yang sedang dikerjakannya
“ serius ini susah, limit tak terhingga maksudnya apa coba ?” ujar gadis bertubuh ideal bak peragawati tersebut. Sesekali ia menggaruk- garuk kepala namun tak juga ia menemukan jawaban dari soal yang diuleknya hamper satu jam.
“ Aira, ibu mau ke gereja jaga rumah ya !” ucap seorang wanita paruh baya dari balik pintu kamar anaknya
“ iya ibu !” jawab Aira singkat
Pagi datang meninggalkan senja dan malam secara perlahan. Sang surya masih enggan untuk menampakkan sinarnya, hanya nyanyian burung yang ikut meramaikan suasana pagi yang damai tersebut.
“ Aira bangun udah pagi, cepat mandi nanti telat !” ujar seorang wanita paruh baya yang bersuara lembut tersebut.
“ Iya Ibu “ jawab Aira malas

“ Hari ini Aira ada rapat OSIS membahas RTT besok, Aira akan pulang telat, bu “ kata Aira membuka percakapan sarapan pagi itu
“ Iya, tapi jangan sore- sore, hari ini Ibu ada kebaktian “ balas Ibu ketus
“ Ibu kenapa sih ? “
“ Tidak apa- apa, hanya ibu kurang srek kalo kamu pulang sore terus, emang rumah Cuma tempat singgah ? “
“ Ibu selalu begini “ balas Aira seraya menghentikan aktifitas sarapan paginya seraya mengambil tas dan bergegas berangkat ke sekolah dengan mood yang sudah tidak didapatnya lagi.
Perbedaan demi perbedaan semakin terlihat nyata di dalam keluarga mereka. Tidak  hanya perbedaan pendapat namun perbedaan iman juga mewarnai konflik diantara keluarga mereka.
Aira Salsabilla memutuskan untuk menjadi mualaf semenjak kelas dua SMP. Keputusan terbesar tersebut di dorong oleh teman yang sering mengajaknya ke masjid sekedar untuk menemani Dinda sahabat karibnya semasa SMP beribadah. Namun seiring dengan perjalanan waktu Aira menjadi tertarik untuk mempelajari Islam secara mendalam. Namun terpisah dengan Dinda membuat Aira menjadi malas untuk melakukan kewajibannya sebagai umat Islam. Tak jarang apabila Aira meninggalkan salatnya sehari penuh.
“ Ra, nanti rapat OSIS ikut ngga ?” ujar Aisyah yang ikut membuayarkan lamunan Aira
“ Iya Syah, Cuma bahas persiapan RTT kan ?” balas Aira
“ Hmmm, iya eh kamu denger adzan ngga Ra ?” mengalihkan pembicaraan
“ Iya kenapa ?” Jawab Aira ketus
“ Salat yuk ?” Balas Aisyah ramah
“ Tapi aku  . . . “ belum selsai menjawab, tiba- tiba Aisyah menarik tangan Aira menuju masjid sekolahnya, “ kalo urusan sama Allah kok pake tapi, Allah aja gak pernah pake tapi kalo ngasih nikmat sama kita “ kata Aisyah yang semakin mempercepat langkahnya
“ Salat ? kapan ya terakhir aku bicara sama Allah ?” jawabnya lirih hingga tak ada seorang pun yang mendengarnya.
Sujud terakhir, sujud yang paling dekat dengan Allah meembuat hatinya bergetar hebat, tubuhnya semakin terguncang mengucapakan “ Subhaana Rabbiyal a’laa wabilhamdihi “ yang penuh sarat akan makna dan kepasrahan seorang hamba terhadap Sang Pencipta.
“ Allah sayang padamu, Ra. Lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan sekarang, karena Allah tidak sekalipun membiarkan hamba- Nya tersesat di jalan yang salah “ tutur Aisyah ketika melihat Aira mengangis terisak didalam doanya. Ucapan Aisyah tersebut sontak membuat Aira semakin menangis ketakutan. Tak kuasa ia terlarut dalam kedahsyatan Illahi. Sehingga ia memutuskan untuk bergegas pulang dan bertekad untuk mengubah kehidupannya menjadi seorang yang bermakna.
Sesampainya di rumah, Aira kembali mengobrak- abrik buku- buku lawasnya di gudang. Beberapa saat kemudian sebuah buku berwarna hijau yang berjudul “ Tuntunan Salat Lengkap Dan Cara Membaca Al- Qur’an “ tertangkap jelas oleh mata Aira.
“ Nah ini dia ketemu juga terima kasih Yaa Allah “ ucapnya seraya pergi meninggalkan gudang.
Bacaan demi bacaan ia hafalkan secara berulang- ulang.
“ kabiiraa wal hamdu lillahi katsira . . . “
“ Aira apa- apaan kamu ? “ teriak Ibu yang ikut menghentikan hafalan Aira
“ belajar salat bu “ jawab Aira yang masih menyingdekapkan tangan ke dadanya.
“ berisik ! mana buku itu, Ibu sita ! “ balas Ibu seraya merampas buku tersebut dengan kasar. Aira tak mampu melawan seorang wanita yang telah melahirkannya, pandangannya lesu melepas buku hijau penuh manfaat tersebut dan berharap ada suatu mukjizat yang dapat menolongnya.
“ minta bantuan Aisyah aja, dia kan baik anak rohis lagi “ ujar Aira sumringah
            Keesokan harinya Aira dengan tekad dan semangat yang kuat, Aira meminta Aisyah untuk mengajarinya salat dan membaca Al- Qur’an. Mendengar permintaan tersebut Aisyah menyanggupinya dengan sukacita.
Hari demi hari Aira belajar salat dan mengaji pada Aisyah. Aisyah sangat telaten dan sabar dalam membimbing Aira salat dan mengaji. Canda tawa dan tangisan haru sering mewarnai kegiatan belajar mengajar dadakan mereka. Tidak sia- sia waktu dan tenaga yang mereka keluarkan selama dua minggu akhirnya berbuah manis. Aira semakin lancer dalam salat maupun membaca Al- Qur’an. Kini ia pun sudah pandai dalam menghafalkan surat- surat pendek. Keakraban mereka yang dulu hanya sebatas teman sekelas kini bagaikan saudara kembar yang tak dapat terpisahkan. Kebersamaan mereka semakin terjalin tatkala Aira memutuskan untuk bergabung menjadi seorang pendakwah di organisasi Rohis sekolahnya.
            Perjuangan tak selamanya berjalan mulus onak dan duri selalu mengiringinya. Terutama pengekangan hebat dari Ibunya yang masih kekeh mempertahankan nasrani sebagai agamanya sendiri. Bagi Aira itu semua adalah bumbu untuk semakin mencintai Allah dan perjuangan dakwahnya. Apabila suatu hari nanti ibunya telah mengetahui kegiatan dakwah sembunyi- sembunyinya ini maka ia telah siap mempertaruhkan segalanya demi untuk mempertahankan sesuatu yang telah menjadi tulang rusuk dan darahnya.
“ Baru pulang ? kemana aja ? “ tanya Ibu ketus
“ habis pengajian “ jawab Aira ketakutan melihat sorot mata tajam Ibunya
“ sejak kapan perduli sama pengajian ga mutu itu, hah ? “
“ sejak dekat dengan Allah dan berdakwah menegakkan Islam dengan teman- teman Rohis Aira. Pengajian yang Ibu bilang ga mutu itu adalah hidup Aira bu “
“ gila kamu ! kegiatan kamu udah ngeracunin akal sehat kamu. Mulai sekarang kamu harus keluar dari organisasi sok bener itu ! kamu itu anak Ibu satu- satunya dan kamu harus nurut sama Ibu. Nasrani itu agama kita bukan Islam “ bentak Ibu dengan penuh kemarahan.
“ maaf bu larangan Ibu tidak akan mempan untuk Aira. Dengan taruhan apapun Aira akan tetap mempertahankan agama ini. Ini darah Aira dan Ibu tidak bisa membuat Aira berhenti di jalan Allah yang benar. Demi nama Allah dan Rasulullah Aira pertahankan hidup dan mati Aira dengan Islam dan akan terus berdakwah menegakkan agama Allah “ sahut Aira
            Pertengkaran demi pertengkaran terjadi. Cacian dan hinaan dari Ibunya seolah tak diperdulikan oleh Aira, ia tetap bersikukuh mempertahankan sesuatu yang telah menjadi hidup dan matinya.
Plaak . . .  plaak . . .
Sebuah tamparan mendarat kasar di pipi halus Aira, ia tak menyangka mendapat sebuah hadiah tamparan dari Ibu yang sangat dihormatinya. Dadanya ssesak, tubuhnya gemetar, deraian airmata tak henti- hentinya mengalir dari mata indahnya. Pukulan demi pukulan ia terima sebagai balasan dan tanda kesungguhannya mencintai Islam dan organisasi dakwahnya, yang terbersit hanyalah nama Allah yang semakin melekat erat dalam detak jantungnya detik itu.
            Kota Purwantoro yang terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara tak cukup mmbawa angin sejuk untuk menyembuhkan luka lebam di sekujur tubuh gadis puih tersebut. Dalam kesakitannya ia tak henti- hentinya melantunkan ayat demi ayat Illahi. Setiap kali sampai pada ayat azab hatinya bergetar ebat. Airmatanya mengalir deras membasahi seluruh wajahnya. Neraka bagaikan menyala dihadapannya. Namun ketika ia sampau pada ayat tentang nikmat surga, telaga air dari surga terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Tatkala ia sampai pada ssurat Al- Kafirun ia kembali terisak mengingat Ibunya. Hatinya bertanya apakah yang akan terjadi pada Ibunya kelak di akhirat.
“ Lakum di nukum waaliyaadiin “ rintihnya.
            Pagi itu berawan, seolah langit dan bumi ikut merasakan perihnya hati Aira dalam membela agama Sang Penguasa. Hari yang tak biasa bagi Aira tatkala ia menginjakkan kaki di sekolah tercintanya. Ia tampak berbeda karena penampilannya yang tidak selaras dengan murid- murid SMA Negeri 1 Purwantoro yang lain. Ibu Aira berjalan cepat menuju ruang BK dimana ia akan mengurus kepindahan anak gadisnya.
“ emang mau pindah kemana nak ? “ tanya Bu Anggraini menyambut kedatangan Aira dan Ibunya
“ ke SMA Yohannes bu ! “ sahut Ibu tiba- tiba
“ loh bukannya itu sekolah Kristen ? “
“ Iya Bu Aira pindah ke Nasrani makanya dia saya pindahkan ke sekolah itu “
“ siapa bilang ? “ ucap Aira tiba- tiba. Sorot mata Aira yang iba- tiba berubah mejadi tajam seolah menandakan bahwa hari itu adalah hari perlawanan dan detik akhirnya membela Islam.
“ Ibu sendiri kan yang bilang bukan Aira, Ibu pikir Aira mau ? tidak Islam tetap menjadi darah Aira “ tambah Aira mantap
“ Diam kamu Ra ! nurut sama Ibu “ bentak Ibunya.
“ Sungguh bu Aira mencintai Allah dan agama- Nya. Demi nama Allah, demi Rasulullah dan demi Agama- Nya sehidup semati Aira akan mempertahankan keyakinan ini. Jika Ibu mengingikan Aira kembali ke Nasrani maka Ibu mengikhlaskan Aira untuk mati ! sungguh bu Islam telah menjadi darah Aira, maka tolong bu biarkan Aira hidup dengan darah Aira sendiri “ tambah Aira. Suasana yang riuh oleh pekikan- pekikan murid- murid SMA Negeri 1 Purwantoro sontak berubah menjadi suasana haru. Sejuta pasang mata ikut menyaksikan Aira bersimpuh memohon restu.
“ tak apa Ibu siksa Aira taka pa Ibu tampar Aira seribu kali Aira terima asalkan Aira tetap di jalan Islam. Bu Aira tak mau menjadi kafir lagi Aira takut akan siksa Allah yang begitu perih kelak “ isaknya mencium kaki Ibunya
            Entah malaikat apa yang memenuhi sekolah adiwiyata tersebut. Namun seluruh warga sekolah yang menyaksikan perjuangan Aira ikut bersimpuh dan memohon restu sang Ibu, tak terkecuali para pengurus rohis yang tidak melewaatkan satu detik pun perlawanan Aira.
“ kami mohon bu restuilah pilihan Aira “ ucap mereka serentak. Aira tak menyangka mendapat dukungan dari teman- teman dan guru. Ia semakin kuat membela ajaran Allah tatkala sang kepala sekolah ikut bersimpuh dan memohon restu Ibunya.
“ Allah Akbar … Allah Akbar . . . Allah Akbar . . . “ teriak sang kepala sekolah yang semakin membakar semangat perjuangan agama Allah. Lantunan takbir yang dikumandangkan ke seluruh sudut sekolah yang membuat hati Ibunya bergetarr hebat. Seolah ada kekuatan dahsyat yang meluluhkan hatinya. Atmosfer panas yang meyelimutinya kini berganti menjadi atmosfer kedamaian yang menyejukkan hatinya.
“ Ibu sekarang mengerti alasanmu mempertahankan Islam sekarang Ibu mengerti bagaimana kedamaian Islam menyelimuti hatimu, ini sungguh aneh tapi ibu sangat tersentuh sungguh “ ucap Ibu tiba- tiba. Tetes airmata yang selama ini dipendamnya tiba- tiba mengalir deras merasakan dahsyatnya keajaiban Allah
“ sungguh bu jadi . . . ?” tanya Aira
“ ajari Ibu tentang Islam ajari Ibu bagaimana berdakwah ajari Ibu nak tolong Ibumu yang berlumuran dosa ini “ isak Ibu seraya memeluk Aira. Tepuk tangan yang riuh rendah semakin melengkapi akhir perjuangan Aira dalam mempertahankan Islam.
            Dan Pagi dengan hati dan suasana yang berbeda dengan sebelumnya. Aira Salssabilla gadis cantik jurusan IPS itu semakin berbinar aura kecantikan kemuslimannya. Tatkala ia telah memutuskan untuk menutupi auratnya. Seluruh mata memandang perubahan Aira dengan bahagia dan kekaguman. Senyumannya yang manis tak pernah lepas menghiasai wajah cantiknya tersebut.
“ Assalamualaikum Aira “ tegur Aisyah tiba- tiba
“ walaikumsallam Aisyah “ balas Aira tersenyum
“ subhanallah kamu cantik sekali dengan penampilanmu yang baru “ ujar Aisyah seraya memandang penampilan baru Aira dari ujung kaki ke ujung kepala
“ iya Aisyah terima kasih. Alhamdulillah Allah menurunkan hidayah-Nya kepada keluargaku “ balas Aira bersemangat
“ Sungguh Maha Suci Allah ya Ra. Oh iya nanti kumpul pengurus rohis datang ya ukh “
“ Selalu ukh “ balas Aira seraya meninggalkan Aisyah menuju kelas XI IPS II
            “ Ini agamaku ini hidupku. Aku mencintai Allah dengan segala kebenaran dalam Al- Qur’an dan aku tak akan berhenti berdakwah dengan teman- temanku sampai akhir hayatku. Yaa Allah teguhkanlah hamba dalam menegakkan ajaran-Mu “ ucap Aira lirih seraya melangkahkan kakinya menuju suatu ruang dimana pejuang- pejuang Allah berkumpul untuk berdakwah.